Anggota Komisi X DPR Zainuddin Maliki, menyatakan keprihatiannya mengenai praktik perjokian karya ilmiah yang diduga melibatkan sejumlah oknum dosen sebagai syarat memperoleh gelar guru besar atau profesor.
Kasus perjokian karya ilmiah demi meraih gelar profesor ini terungkap dalam investigasi Harian Kompas, di sejumlah kampus negeri maupun swasta.
Disebutkan bahwa, salah satu modus perjokian karya ilmiah ialah dengan membentuk tim khusus untuk menyiapkan artikel untuk diterbitkan di jurnal internasional.
Menurut Zainuddin, kasus perjokian oknum dosen mengingatkan dirinya pada tulisan Kunio Yoshihara tentang Erzatz Capitalism atau kapitalisme semu. Tulisan Kunio Yoshihara ini dituangkan dalam bukunya The Rise of erzats capitalism in Southeast Asia (Munculnya Kapitalisme Semu di Asia Tenggara).
Zainuddin menjelaskan, yang dimaksud kapitalisme semu adalah perilaku pelaku bisnis yang menumpuk-numpuk kekayaan bukan didasarkan kepada budaya achievement dan moralitas entrepreneurship yang kuat, melainkan didasarkan kepada jaringan kroni yang dia bangun dengan kalangan birokrat.
"Oleh karena itu di Indonesia kita mengenal istilah kabir atau kapitalisme birokrat," ujar Zainuddin kepada wartawan, Kamis (16/2).
Politikus PAN itu mengatakan, perjokian yang dilakukan sejumlah akademisi dalam pembuatan karya ilmiah adalah mirip. Untuk tidak mengatakan persis dengan apa yang dilakukan oleh para kapitalis semu itu.
"Mereka berusaha mengejar gelar akademis dengan cara-cara permisif, bukan didasarkan kepada moralitas intelektual dan budaya akademik yang kuat," terang Zainuddin.
Dari akademisi yang bermoralitas permisif seperti ini hanya akan melahirkan manusia-manusia atau sarjana-sarjana yang bukan hanya diragukan kompetensinya, tetapi juga integritasnya.
Zainuddin mengatakan, praktik perjokian itu hanya akan melahirkan sarjana dan guru-guru besar seolah-olah atau seolah-olah sarjana dan atau guru besar.
"Negeri Ini membutuhkan sarjana-sarjana yang autentik dengan kompetensi dan integritas yang bisa dipertanggungjawabkan," paparnya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu berharap, perguruan tinggi segera menyadari praktik-praktik permisif ini dan menghentikan. Sehingga perguruan tinggi bisa menyiapkan manusia-manusia yang terdidik dan bermental kuat.
"Percayalah bahwa negeri ini akan maju dan berada di halaman depan dalam pergeseran kekuatan global dari Barat ke Asia, apabila negara ini dipimpin oleh manusia-manusia yang terdidik dan bermental kuat," tegasnya.